KIAI AGENG MOELJOSANI, KYAI AGENG KEDUNGSUGU, KYAI AGENG BANTENGAN, KRT. POERWONAGORO




Web ini merupakan catatan keluarga Kiai Ageng Moelyosani,ulama,pejuang melawan penjajah Belanda. Web ini dikelola oleh Yayasan Kiai Ageng Kedungsugu, yang merupakan cicit Kyai Ageng Moelyosani. Publikasi dalam web ini dimaksudkan untuk menghargai jasa-jasa beliau sebagai ulama dan pejuang dengan gelar Kyai Ageng Moelyosani, sebagai cikal bakal dusun Kedungsugu dengan gelar Kyai Ageng Kedungsugu, sebagai pendiri dusun Bentengan, dengan gelar Kyai Ageng Bantengan, dan sebagai pejuang yang melawan penjajah Belanda yang memiliki trah kerajaan dengan nama Kangjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Poerwonagoro.

Kyai Ageng Moelyosani ialah ulama dan saksi sejarah dari Dusun Kedungsugu, Desa Winong, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Beliau datang di Kedungsugu dan membangun masjid pada Jumat Legi, 23 November 2813 M dan masjid Kyai Ageng Moelyosani selesai dibangun pada Rabu Kliwon, 26 Juli 1815M. Beliau ialah keturunan Panembahan Batoro Katong Adipati Ponorogo dari garis laki-laki dan dari Sunan Anyokrowati Raja Mataram kedua putra Panembahan Senopati, serta Paku Buwono I dari garis Ibu. Panembahan Senopati menikah dengan Raden Ayu Panembahan Senopati putra dari Pangeran Sedo Karyo Adipati Ponorogo ke-3 keturunan ketiga Panembahan Batoro Katong, dan putra pertama Panembahan Senopati, yaitu Sunan Anyakrawati menikah dengan Kangjeng Ratu Lung Ayu, putra Pengeran Adipati Sepuh atau cucu Pangeran Sedo Karyo.

 

Kyai Ageng Moelyosani bernama asli KRT Poerwonagoro keturunan kedelapan Panembahan Batoro Katong dan merupakan saudara Bupati Ponorogo RT Surobroto. Dari garis ibu beliau ialah keturunan Sunan Anyokrowati raja mataram kakak kandung Sultan Agung Hanyakrakusuma. Kyai  Ageng  Moelyosani  lahir  pada  Rabu  Legi, 28 April 1790 M  dan wafat pada Jumat Kliwon,  10 Mei 1872M.  Beliau dimakamkan di Pajimatan Poerwonagaran, makam keluarga Kyai Ageng Moelyosani di depan masjid.  Di dalam cungkup Pajimatan, juga disemayamkan istri beliau yaitu Nyi Ageng Moelyosani, putra beliau Kyai Ismakun, cucu beliau Kyai Kasbit, menantu dan cicit beliau.

 


Sejarah Singkat


Kyai Ageng Moelyosani ialah cikal-bakal, pendiri atau dhahyang dusun Kedungsugu dan dusun Bantengan, berada di selatan dusun Kedungsugu karena beliaulah yang pertama kali babat alas di kedua dusun tersebut.  Pada 1813M ketika beliau pertama kali datang, beliau bermukim di dekat sungai yang ada kedungnya yang menukik tajam. Kedung menukik tajam itu dalam bahasa Jawa disebut “sugu”. Kedung itu ternyata dihuni beberapa buaya ganas yang sering memangsa ternak bahkan manusia yang mandi di sungai Kedungsugu. Buaya ganas itu atas ijin Allah ditundukkan oleh Kyai Ageng Moelyosani sehingga para santri pengikut sang Kyai leluasa mandi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dari sungai tersebut.  Sejak itu wilayah tersebut diberi nama dusun Kedungsugu dan sang Kyai diberi gelar Kyai Ageng Kedungsugu.

 

Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mencari kayu jati utnuk membangun masjid dan tempat tinggal pada Kyai dan Santri, Kyai Ageng Moelyosani atau Kyai Ageng Kedungsugu membuka hutan di bukit Bunaran yang berjarak antara 3 Km ke arah selatan Kedungsugu.  Ternyata bukit Bunaran dihuni banyak banteng liar dan binatang buas lainnya.  Kyai Ageng Moelyosani atas ijin dan ridlo Allah berhasil menundukkan banteng-banteng liar di bukit Bunaran dan binatang buas lainya seperti harimau, anjing hutan dan ular berbisa. Banteng tersebut dijinakkan dan bahkan digunakan untuk “garu dan luku” lahan pertanian di bukit Bunaran untuk menanam padi dan polowijo.  Daerah yang dihuni banteng liar itu kemudian disebut dusun Bantengan dan sang kyai diberi gelar Kyai Ageng Bantengan.  Dusun Bantengan sekarang masuk wilayah administratif Desa Jambu, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek.  Adapun dusun Kedungsugu termasuk wilayah Desa Winong, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek.  Sejak itu, Kyai Ageng Moelyosani disebut juga Kyai Ageng Kedungsugu, Kyai Ageng Bantengan, dan KRT Poerwonagoro.

 


Mengapa Kyai Moelyosani datang di Kedungsugu?


Kedatangan Kyai Moelyosani ke dusun Kedungsugu awalnya ialah untuk melakukan syiar Islam dan dakwah dengan membabat alas di daerah timur Ponorogo.  Sebagai santri dari Pondok Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari, Jetis Ponorogo beliau menguasai ilmu-ilmu agama Islam sangat mendalam. Beliau dikirim ke Pondok Tegalsari sejak usia 3 tahun dan selesai dari pondok pada usia 16 tahun.  Selesai mondok, beliau dikirim ke padepokan Panembahan Joyokusumo di bukit Boyolali dan belajar ilmu jaya kawijayan serta ilmu pemerintahan sampai usia 23 tahun.  Panembahan Joyokusumo ialah guru raja-raja Surakarta.  Salah satu murid yang terkenal ialah Mangkunagoro I.  

 

Begitu dinyatakan selesai berguru, Kyai Ageng Moelyosani dipertemukan dengan Sinuhun Paku Buwono IV (1768-1820 M) dan mendapat perintah langsung untuk menjadi telik sandi kerajaan di wilayah timur Ponorogo.  Selanjutnya, Kyai Ageng Moelyosani secara aktif terlibat dalam persiapan perang Diponegoro (1825-1830M). Sang Kyai bahkan menjadi bagian dari pasukan Diponegoro selama perang berlangsung pada 1825-1830M. Kyai Ageng Moelyosani selanjutnya mendapat kepercayaan sebagai telik sandi sampai beliau wafat pada zaman pemerintahan Sinuhun Paku Buwono IX.

 

Saat ini, peninggalan Kyai Ageng Moelyosani yang masih utuh ialah Masjid Agung Kyai Ageng Moelyosani, Pajimatan Poerwonagaran, dan perumahan cucu dan cicit beliau.  Situs peninggalan sang Kyai sekarang berada  di Dusun Kedungsugu Rt 08 Rw 03, Desa Winong, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.  Makam beliau sering menjadi tujuan wisata religi masyarakat yang datang dari berbagai kota dan provinsi di Indonesia. 

 

Putra wayah dan cicit dalem keturunan keempat Kyai Ageng Moelyosani saat ini telah membentuk Yayasan yang diberi nama Yayasan Kyai Ageng Kedungsugu. Yayasan berkantor pusat di Surakarta dan berkantor cabang di Dusun Kedungsugu, Desa Winong, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek. Yayasan Kyai Ageng Kedungsugu telah merenovasi makam Kyai Ageng Moelyosani, putra, cucu, buyut dan cicit.  Yayasan juga memulai menata seluruh peninggalan Kyai Ageng Moelyosani untuk memakmurkan masjid dan asset-aset lain peninggalan beliau.

 

Surakarta,  Senin Wage, 27 Februari 2023

 

YAYASAN KYAI AGENG KEDHUNGSUGU

 

Ketua,

Prof. Dr. Kangjeng Pangeran Haryo Adipati Teguh Poerwoadiningrat, M.Pd.

 

Pengurus

Prof. Dr. K.R.Ay. Solikhah Pramodawardani, M.Pd        K.R.H. Kukuh Wiroadinagoro

Ny.M.T. Shyma Purwokancono                                       K.R.H. Samsu Kertoadinagoro, M.Pd

Rd. Sanjaya Purwokusuma                                               K.R.T. Kyai Mesiran Pujoprawiro

Rd. Rara Alit Nareswari Purwogayatri                            K.R.T. Romelan Adinagoro

K.R.H.T. Wijaya Purwojatinagoro                                  K.R.T. Dawud Dwijokesowo

K.M.A.T. Helmi Dyahpurwolaksmi                                K.R.T. Soleman Purboadikesowo

Ny.M.T. Sulaninglaksmi

 

 

 

Tentang penulis web :

Penulis Prof. Dr. Kangjeng Pangeran Hariyo Adipati Teguh Poerwoadiningrat, M.Pd, cicit atau keturunan keempat KRT Poerwonagoro yang juga dikenal sebagai Kyai Ageng Moelyosani, Kyai Ageng Kedungsugu dan Kyai Ageng Bantengan. Penulis bisa dihubungi di teguhprof@gmail.com; WA 08122 6666 561; dan di soloclcs.org; https://www.krtpoerwonagoroenfamilie.com/; atau  https://www.pspsurakarta.org .

Link terkait  dengan topik pada web ini :



Pangeran Diponegoro persiapan untuk maju berperang

Tentang penulis web :

Penulis adalah Prof.Dr.KPH.Adipati Purwoadiningrat,M.Pd

adalah termasuk ahli waris KRT.Purwonagoro atau yang sering disebut Kyai Ageng Kedungsugu atau juga sering dikenal dengan nama Kiai Ageng Moeljosani.

Penulis juga sebagai pengurus PSP Surakarta (https://www.pspsurakarta.org)

  

DAFTAR PUSTAKA



FacebookTwitterInstagramLinkedInLink